Kamis, 01 Oktober 2015

Klasifikasi Anemia patologi klinik

KLASIFIKASI ANEMIA
Anemia didefi nisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia merupakan gejala dan tanda penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya agar dapat diterapi dengan tepat. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia disebabkan karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia.
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi anemia makrositik (mean corpuscular volume / MCV > 100 fL) , anemia mikrositik (MCV < 80 fL) dan anemia normositik (MCV 80-100 fL) .Gejala klinis, parameter MCV, RDW (red cell distribution width), hitung retikulosit dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab anemia. (Amaylia Oehadian. 2012).
Anemia didefi nisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia. (Amaylia Oehadian. 2012).

Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor:
Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan
Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif )

Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena penyakit jantung yang mendasarinya. Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancamjiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/atau infark miokard).

Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia :
Pendekatan kinetik
Pendekatan ini didasarkan pada mekanis-me yang berperan dalam turunnya Hb.
Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Meancorpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit.

Pendekatan kinetik
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen:
Berkurangnya produksi sel darah merah
Meningkatnya destruksi sel darah merah
Kehilangan darah.

Berkurangnya produksi sel darah merah
Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:
Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat;
dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe)
Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia,
infl itrasi tumor)
Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro
poietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])


Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag, berkurangnya kadar eritropoietin dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit. (Amaylia Oehadian. 2012).
           

Peningkatan destruksi sel darah merah
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110- 120 hari.2 Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari. (Amaylia Oehadian. 2012).

Klasifikasi Anemia :
1.      Normokrom/normositik : warna sel darah merah normal diberikan oleh konsentrasi hemoglobin
2.      Mikrositik/hipokrom : penururan ukuran dan warna sel darah merah  oleh ketidak adekuatan konsentrasi hemoglobin.
3.      Makrositik : Sel darah merah berukuran besar.
4.      Anisositosis: ukuran sel darah merah yang bervariasi
5.      Poikilositosis : bentuksel darah merah yang bervariasi. ( Jan Tambayong. 2000)

Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia
diklasifi kasikan menjadi1,3-5:
Anemia makrositik (gambar 1)
Anemia mikrositik (gambar 2)
Anemia normositik (gambar 3) (Amaylia Oehadian. 2012).




Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh.1,6:
Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV
Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea).
Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut), Penyakit hati, Hipotiroidisme.



Anemia mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom
pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom1:
Berkurangnya Fe: anemia defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defi siensi tembaga.
Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan didapat.
Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.

Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat disebabkan oleh1-3:
Anemia pada penyakit ginjal kronik.
Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
Anemia hemolitik:
·         Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell).
·         Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular). (Amaylia Oehadian. 2012).

Terdapat juga anemia aplastik. Anemia aplastik didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum tulang.  Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan (Solander,2006).

Klasifikasi anemia akibat Gangguan Eritropoiesis
1.      Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
2.     Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
3.     Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas. Hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen.
4.     Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal. (wikipedia).
DAFTAR PUSTAKA


·         Oehadian, Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia.
Bandung : CDK-194/ vol. 39 no. 6, Hal. 407-412.

·         Salonder H. Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic
Anemia. Available in URL: HYPERLINK http:// content.nejm. org/cgi/content/fill/336/19/.

·         Tambayong, Jan. 2000. Patofosiologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC.

·         https://id.wikipedia.org/wiki/Anemia.