Kamis, 31 Desember 2015
Kamis, 01 Oktober 2015
Klasifikasi Anemia patologi klinik
KLASIFIKASI
ANEMIA
Anemia
didefi nisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia
merupakan gejala dan tanda penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya agar
dapat diterapi dengan tepat. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme
independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi
sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia disebabkan karena
berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia.
Berdasarkan
pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi anemia makrositik (mean
corpuscular volume / MCV > 100 fL) , anemia mikrositik (MCV < 80 fL)
dan anemia normositik (MCV 80-100 fL) .Gejala klinis, parameter MCV, RDW (red
cell distribution width), hitung retikulosit dan morfologi apus darah tepi
digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab anemia. (Amaylia Oehadian. 2012).
Anemia
didefi nisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia selalu
merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi
penderita anemia. (Amaylia Oehadian. 2012).
Gejala anemia disebabkan oleh 2
faktor:
• Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan
• Adanya hipovolemia (pada penderita
dengan perdarahan akut dan masif )
Pasokan
oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi
peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada kadar Hb
mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada
kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme
kompensasi jantung karena penyakit jantung yang mendasarinya. Gejala utama
adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue,
gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring
in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi,
dan komplikasi yang mengancamjiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/atau
infark miokard).
Terdapat dua pendekatan untuk
menentukan penyebab anemia :
• Pendekatan kinetik
Pendekatan ini didasarkan pada mekanis-me
yang berperan dalam turunnya Hb.
• Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia
berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Meancorpuscular volume/MCV) dan
res-pons retikulosit.
Pendekatan
kinetik
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme
independen:
• Berkurangnya produksi sel darah merah
• Meningkatnya destruksi sel darah merah
•
Kehilangan darah.
Berkurangnya
produksi sel darah merah
Anemia disebabkan karena kecepatan
produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya
produksi sel darah merah:
•
Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau
folat;
dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia
pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe)
•
Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik,
pure
red cell aplasia, mielodisplasia,
infl itrasi
tumor)
•
Supresi sumsum tulang (obat,
kemoterapi, radiasi)
•
Rendahnya trophic
hormone untuk
sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro
poietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan
androgen [hipogonadisme])
•
Anemia penyakit kronis/anemia
inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena
berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya
pelepasan Fe dari ma-krofag, berkurangnya kadar eritropoietin dan sedikit
berkurangnya masa hidup erirosit. (Amaylia Oehadian. 2012).
Peningkatan
destruksi sel darah merah
Anemia hemolitik merupakan anemia yang
disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100
hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110- 120 hari.2 Anemia
hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk
menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup
sel darah merah kira-kira 20 hari. (Amaylia Oehadian. 2012).
Klasifikasi Anemia :
1. Normokrom/normositik : warna sel darah
merah normal diberikan oleh konsentrasi hemoglobin
2. Mikrositik/hipokrom : penururan ukuran
dan warna sel darah merah oleh ketidak
adekuatan konsentrasi hemoglobin.
3. Makrositik : Sel darah merah berukuran
besar.
4. Anisositosis: ukuran sel darah merah
yang bervariasi
5. Poikilositosis : bentuksel darah merah
yang bervariasi. ( Jan Tambayong. 2000)
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia
diklasifi kasikan menjadi1,3-5:
• Anemia
makrositik (gambar 1)
• Anemia
mikrositik (gambar 2)
• Anemia normositik (gambar 3) (Amaylia Oehadian. 2012).

Anemia
makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia
dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan
oleh.1,6:
•
Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan
karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan
retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV
•
Metabolisme abnormal asam nukleat pada
prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang
mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea).
•
Gangguan maturasi sel darah merah
(sindrom mielodisplasia, leukemia akut), Penyakit hati, Hipotiroidisme.
Anemia
mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia
dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia
mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan
penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran
mikrositik hipokrom
pada apusan darah tepi. Penyebab
anemia mikrositik hipokrom1:
•
Berkurangnya Fe: anemia defi siensi
Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defi siensi tembaga.
•
Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam,
anemia sideroblastik kongenital dan didapat.
•
Berkurangnya sintesis globin:
talasemia dan hemoglobinopati.
Anemia
normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan
MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat disebabkan oleh1-3:
•
Anemia pada penyakit ginjal kronik.
•
Sindrom anemia kardiorenal: anemia,
gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
•
Anemia hemolitik:
·
Anemia
hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran
(sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan
hemoglobin (penyakit sickle cell).
·
Anemia
hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus,
berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi
akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura
trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan
zat kimia (bisa ular). (Amaylia Oehadian. 2012).
Terdapat
juga anemia aplastik. Anemia
aplastik didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum
tulang. Pada anemia aplastik terdapat
pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari
pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana
timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi
cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis
menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka
terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik
bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat
mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di
organ-organ. Pada
kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan
adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga
dikeluhkan (Solander,2006).
1. Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada
sintesis Hb, mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
2. Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan
gangguan pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel
darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif,
dan pansitopenia.
3. Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat
hiposelularitas. Hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun,
radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta
gen.
4. Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang
oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.
(wikipedia).
DAFTAR PUSTAKA
·
Oehadian,
Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia.
Bandung : CDK-194/ vol. 39 no.
6, Hal. 407-412.
·
Salonder H. Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired
Aplastic
Anemia. Available in URL:
HYPERLINK http:// content.nejm.
org/cgi/content/fill/336/19/.
·
Tambayong,
Jan. 2000. Patofosiologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC.
·
https://id.wikipedia.org/wiki/Anemia.
Senin, 28 September 2015
Hairball : Bola bulu penyebab kucing muntah
Kucing
adalah hewan yang sangat bersih. Saking bersihnya hingga mereka menjilati dan
menyisir badan dan bulunya untuk menghilangkan kotoran dan bulu yang rontok.
Kegiatan ini sering juga disebut grooming.
Lidah kucing
berbentuk seperti sisir, dipermukaanya terdapat duri-duri kasar yang bisa
terlihat jelas bila dilihat dengan mikroskop. Pada saat grooming, bulu-bulu
yang rontok tersangkut di lidah, ditelan dan masuk ke saluran pencernaan.
Bulu-bulu ini melewati usus dan dikeluarkan melalui feces.
Bagaimanapun
juga, bulu-bulu ini bisa saja menumpuk dan menggumpal di lambung atau usus,
membentuk sebuah bola bulu yang sering disebut hairball. Hairball ini akan
dikeluarkan lewat feces atau melalui muntah. Hairball jarang sekali menyebabkan
masalah serius, tetapi hairball sering sekali terjadi pada kucing-kucing yang
berbulu panjang. Apalagi bila kucing tersebut bulunya sedang rontok atau tidak
disisir setiap hari.
Pada
beberapa kejadian (jarang sekali terjadi), hairball menyumbat saluran
pencernaan dan menyebabkan masalah/penyakit. Hairball ini bisa saja menyumbat
esofagus (saluran penghubung mulut & lambung), lambung, usus kecil atau
usus besar. Bila tidak segera diobati, masalah ini dapat berakibat fatal bagi
kucing. Pada kasus-kasus parah, tindakan bedah diperlukan untuk mengeluarkan
hairball yang menyumbat.
Segera
hubungi dan konsultasikan dengan dokter hewan, bila anda mencurigai kucing
kesayangan anda mengalami hairball.
Tanda-tanda
hairball :
- Batuk-batuk
- Muntah. pada muntahan biasanya terlihat adanya gumpalan bulu. Gumpalan bulu bisa berbentuk seperti bola kecil atau agak panjang seperti feces. Untuk meyakinkan gunakan ranting atau tongkat kecil dan tekan gumpalan tersebut. Bila feces biasanya lunak, sedangkan hairball agak kenyal dan terasa seperti ada serabut/rambut. Ukuran hairball bervariasi mulai dari sebesar kelingking bayi hingga sebesar jempol orang dewasa. Bisa saja perlu beberapa kali muntah agar hairball bisa keluar semuanya. Pada beberapa kasus, hairball dapat menyebabkan muntah hingga 1 minggu. Muntah biasanya berhenti setelah seluruh hairball keluar.
- Penurunan berat badan atau hilang nafsu makan. Hal ini bisa terjadi bila muntah berkepanjangan atau bila hairball tidak dapat dikeluarkan melalui muntah atau feces.
- Makan rumput/tanaman. Kadang-kadang kucing suka makan rumput atau tanaman dengan tujuan merangsang muntah sehingga hairball dapat keluar. Bisa juga serat-serat dari rumput bercampur dengan hairball, sehingga hairball dapat keluar lebih cepat melalui feces. Hati-hati dengan tanaman yang beracun bagi kucing.
Pengobatan
Sebagian besar hairball dikeluarkan secara normal melalui feces atau muntah. Segera konsultasikan dengan dokter hewan bila kucing anda mengalami masalah hairball. secara teratur berikan kucing anda sedikit rumput khusus kucing (bila kucing menyukainya). Serat khusus untuk kucing atau laksatif (semacam pencahar) yang terbuat dari petrolatum/ lilin/vaselin khusus. Berbagai laksatif & obat-obatan yang bertujuan mengurangi akibat buruk hairball juga tersedia di petshop-petshop.
Sebagian besar hairball dikeluarkan secara normal melalui feces atau muntah. Segera konsultasikan dengan dokter hewan bila kucing anda mengalami masalah hairball. secara teratur berikan kucing anda sedikit rumput khusus kucing (bila kucing menyukainya). Serat khusus untuk kucing atau laksatif (semacam pencahar) yang terbuat dari petrolatum/ lilin/vaselin khusus. Berbagai laksatif & obat-obatan yang bertujuan mengurangi akibat buruk hairball juga tersedia di petshop-petshop.
Pada
beberapa kasus diperlukan tindakan bedah untuk mengeluarkan hairball. Berbagai
penyakit menular juga menyebabkan muntah pada kucing. Selalu konsultasikan
dengan dokter hewan bila kucing anda muntah.
Pencegahan
Mandikan dan sisir kucing anda secara teratur, terutama pada musim panas/kemarau atau pada saat bulunya sedang rontok. Semakin banyak bulu rontok yang disisir, semakin sedikit bulu yang ditelan kucing dan semakin kecil resiko kucing anda terkena hairball.
Mandikan dan sisir kucing anda secara teratur, terutama pada musim panas/kemarau atau pada saat bulunya sedang rontok. Semakin banyak bulu rontok yang disisir, semakin sedikit bulu yang ditelan kucing dan semakin kecil resiko kucing anda terkena hairball.
Pemberian
serat/rumput khusus kucing (dijual di petshop) secara teratur juga mengurangi
resiko terjadinya hairball. selalu konsultasikan dengan dokter hewan sebelum
memberikan berbagai produk yang dapat mengatasi hairball.
pasta
pencegah hairball bisa juga sekali-sekali diberikan untuk mencegah hairball,
terutama ketika kucing sedang mengalami rontok bulu.
Makanan
pencegah hairball. Berbagai merek makanan kucing juga sudah disertai anti
hairball formula.
Komplikasi
hairball berkepanjangan
menyebabkan kucing jadi kurus dan beresiko tinggi mengalami gangguan
pencernaan, seperti konstipasi dan megacolon
Pemeriksaan Hewan Ternak Sehat
PEMERIKSAAN HEWAN TERNAK
SEHAT
CIRI-CIRI HEWAN SEHAT
Dua tahap proses pemeriksaan
kesehatan hewan yaitu pemeriksaan ante mortem dan pemeriksaan pos mortem.
Pemeriksaan ante mortem dilakukan sebelum hewan dipotong atau saat hewan masih
hidup. Sebaiknya pemeriksaan ante mortem dilakukan sore atau malam hari
menjelang pemotongan keesokan harinya. Pemeriksaan pos mortem dilakukan setelah
hewan dipotong
1.
PEMERIKSAAN ANTE MORTEM.
Pemeriksaan
ini meliputi pemeriksaan fisik dan perilaku
1.
Pemeriksaan Perilaku .
Lakukan
pengamatan dan cari informasi dari orang yang merawatnya . Gali informasi
sebanyak-banyaknya, namun informasi yang diterima jangan langsung dipercaya
100%, cek kembali kondisi di lapangan.
1.
Nafsu makan.
Hewan
yang sehat nafsu makannya baik. Hewan sakit nafsu makannya berkurang atau
bahkan hilang sama sekali
2.
Cara bernafas.
Hewan
sehat nafasnya teratur, bergantian antara gerakan dada dan gerakan perut. Sesak
nafas, ngos-ngosan, nafas pendek berarti hewan sakit.
3.
Cara berjalan.
Hewan
sehat jalannya teratur, rapi, bergantian antara keempat kakinya. Pincang, loyo,
atau bahkan tak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang sakit.
4.
Buang kotoran
Cara
buang kotoran dan kencingnya lancar tanpa menunjukkan gejala kesakitan.
Konsistensi kotoran (feses) padat.
2.
Pemeriksaan Fisik :
1.
Suhu tubuh (temperatur)
Gunakan
termometer badan ( digital atau air raksa ), masukkan ujung termometer kedalam
anusnya sampai terdengan bunyi biip (termometer digital) atau sampai air raksa
berhenti mengalir (termometer air raksa). Suhu tubuh sapi normal berkisar
antara 38,5 – 39,2oC.
2.
Mata
Bola
mata bersih, bening dan cerah. Sedikit kotoran di sudut mata masih normal.
Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada
luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih
sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan (
icterus) atau cenderung putih (pucat).
3.
Mulut
Bibir
bagian luar bersih, mulus dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik.
Selaput lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka.
Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada
luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur
berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat)
menunjukkan hewan sakit.
4.
Hidung
Tampak
luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau
sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi
peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan,
kemerahan, kehitaman atau kekuningan.
5.
Kulit dan Bulu
Bulu
teratur, bersih, rapi dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka, keropeng dsb.
Bulu kusam, tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat.
6.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar
getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga ,
daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan.. Raba bagian kulitnya dan
temukan bentuk benjolan. Dalam keadaan normal tidak terlalu mencolok kelihatan.
Apabila ada peradangan kemudian membengkak, tanpa diraba akan terlihat jelas
pembesaran didaerah dimana kelenjar getah bening berada.
7.
Daerah Anus
Bersih
tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel
pada daerah sekitar anus.
Hasil
pemeriksaan ante mortem terdiri atas 3 kelompok yaitu , kelompok yang lolos
(sehat), tidak lolok (sakit) dan lolos bersyarat (dicurigai sakit atau sakit
yang tidak berbahaya).
Hewan
yang tidak lolos dari pemeriksaan ante mortem dipisah dan jangan dipotong.
Perhatian lebih ditujukan untuk hewan-hewan yang lolos bersyarat. Hewan dalam
kelompok ini mendapat perhatian lebih dalam pemeriksaan pos mortem.
2.
PEMERIKSAAN POS MORTEM
Setelah
hewan dipotong (disembelih) lakukan pemeriksaan pos mortem dengan teliti pada
bagian-bagian sbb :
1.
Karkas
Karkas
sehat tampak kompak dengan warna merah merata dan lembab. Bentuk-bentuk
kelainan yang sering dijumpai seperti adanya butiran-butiran menyerupai beras
(beberasan – Bali), bercak-bercak pendarahan, lebam-lebam, berair dsb.
2.
Paru-paru
Paru-paru
sehat berwarna pink , jika diremas terasa empuk dan teraba gelembung udara,
tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak dengan kondisi tepi-tepi
yang tajam. Ditemukan benjolan-benjolan kecil pada rabaan paru-paru atau
terlihat adanya benjolan-benjolan keputihan (tuberkel) patut diwaspadai adanya
kuman tbc.
3.
Jantung
Ujung
jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus tanpa ada bercak-bercak
perdarahan. Belah jantung untuk mengetahui kondisi bagian dalamnya.
4.
Hati
Warna
merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang relatif kecil.
Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam. Sayat beberapa bagian
untuk mengetahui kondisi didalamnya. Kelainan yang sering ditemui adalah adanya
cacing hati (Fasciola hepatica atau Fasciola gigantica – pada
sapi), konsistensi rapuh atau mengeras.
5.
Limpa
Ukuran
limpa lebih kecil dari pada ukuran hati, dengan warna merah keunguan. Pada
penderita anthrax keadaan limpa membengkak hebat.
6.
Ginjal
Kedua
ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan bentuk dan ukuran relatif semetris.
Adanya benjolan, bercak-bercak pendarahan, pembengkakan atau perubahan warna
merupakan kelainan pada ginjal. Belah menjadi dua bagian untuk emngetahui
keadaan bagian dalamnya.
7.
Lambung & Usus
Bagian
luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-lekukan bagian dalamnya teratur
rapi. Penggantung usus dan lembung bersih Tidak ditemukan benda-benda asing
yang menempel atau bentukan-bentukan aneh pada kedua sisi lambung dan usus.
Pada lambung kambing sering dijumpai adanya cacing yang menempel kuat berwarna
kemerahan.
Pemeriksaan
pos mortem dilakukan secara hati-hati dan teliti. Diperlukan latihan dan
ketrampilan untuk melakukan pemeriksaan ini, terutama untuk mengenali
organ-organ dalamnya (mana hati, limpa, ginjal dsb)
Hasil
akhir pemeriksaan pos mortem adalah baik (sehat), tidak baik (sakit / rusak )
dan baik sebagian. Kategori baik sebagian karkas / organ dapat dikonsumsi
dengan menghilangkan bagian tertentu yang tidak baik. Kategori tidak baik harus
diafir semua organ / karkas yang rusak atau seluruh tubuh hewan tersebut.
Ciri-ciri
hewan sehat perlu diketahui, agar kita bisa mengkonsumsi produk daging yang
sehat dan menyehatkan.
Pedoman
seleksi hewan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi hewan:
1.
hewan
yang jantan tidak dikastrasi/dikebiri, testis/buah zakar masih lengkap (2 buah)
dengan bentuk dan letaknya simetris,
2.
hewan
yang akan disembelih cukup umur, untuk kambing dan domba berumur lebih dari
satu tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap, sapi dan kerbau
berumur dua tahun ditandai dengan tumbuhnya gigi tetap,
3.
hewan
harus sehat dengan ciri-ciri :
a.
tidak
cacat (pincang, mata buta/picak),
b.
telinga
tidak rusak,
c.
bulu
bersih dan mengkilap,
d.
lincah,
e.
muka
cerah,
f.
nafsu
makan baik,
g.
lubang
kumlah (mulut, mata, hidung, telinga dan anus) bersih dan normal.
Sedangkan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyembelihan hewan :
Tahap
pertama, persiapan sebelum penyembelihan seperti tempat penyembelihan hendaknya
terpisah dari sarana umum, tempat penjualan makanan dan minuman, serta
dibuatkan lubang yang cukup (lebih dari satu meter) untuk menampung darah hasil
penyembelihan, kemudian peralatan yang digunakan memotong hendaknya tidak
berkarat, diasah dengan tajam, bersih. Sedangkan hewan diistirahatkan atau
dikarantina minimal 3 hari.
Tahap
kedua dalam proses penyembelihan dilaksanakan pemeriksaan sebelum pemotongan
(ante mortem) agar hanya hewan sehat yang dipotong dengan memperhatikan
ciri-ciri sehat hewan qurban.
Tahap
ketiga sebagai tahap penyembelihan yang dengan tata cara agama Islam
disesuaikan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, diantaranya membaca Basmallah
(Bismillahirrahmaanirrahim) dan mengumandangkan takbir saat mulai
penyembelihan, memutus jalan makanan (mari ), memutus dua urat nadi (wadajain),
memutus jalan nafas (hulqum), hewan dipotong dengan sekali tekan/potong tanpa
mengangkat pisau dari leher (namun kepala tidak langsung dipisahkan).
Tahap
keempat, dilaksanakan pemeriksaan setelah penyembelihan (postmortem) yakni
pemeriksaan organolepsis sebagai pemeriksaan terhadap bau, warna,
konsistensi/kekenyalan daging. Untuk limpa normal ciri-cirinya kenyal tidak
terjadi pembengkakan atau hancur. Selanjutnya bagi petugas penyembelihan dan
pemotongan daging setelah bekerja harus membersihkan dirinya dan dilanjutkan
dengan menggunakan larutan pemati kuman (desinfektan), begitu pula dengan
alat-alat penyembelihan dibersihkan dengan sabun dan desinfektan. Sedangkan
sisa-sisa penyembelihan dibuang, dibakar dan disucihamakan dengan baik.
Kita
perlu menghindari mengkonsumsi daging yang dimasak setengah matang, serta
meminta masyarakat segera melaporkan dan konsultasi dengan dokter atau
puskesmas terdekat bila menemui kelainan atau gejala yang patut dihubungkan
dengan penyakit Anthrax.
Ciri Hewan Sehat.
Ciri-ciri fisik dari
hewan yang sehat biasanya bisa dikenali dari gerakannya yang lincah (gesit),
bulu tidak kusam, mata bersinar, lubang alami (mulut, hidung, telinga dan anus)
tidak mengeluarkan leleran atau darah, suhu tubuh normal (40 derajat Celcius).
Sebaliknya hewan yang tidak sehat selain bisa dilihat dari gerakannya yang
tidak gesit, bulunya terlihat kusam, mata sayu, mengeluarkan leleran atau darah
dari lubang alami, suhu tubuhnya di atas 40 derajat Celsius. “Sampai saat ini
penyakit antraks dan cacing hati masih mendominasi penyakit pada hewan. Untuk
mengantisipasi hal itu di samping lebih teliti dalam memilih hewan yang akan
disembelih, alangkah baiknya jika masyarakat meminimalkan kontaminasi dengan
apa saja. Misalnya dengan menggantung hewan (kambing) yang sudah disembelih,
mencuci pisau setiap kali mau digunakan serta menggunakan alas yang benar-benar
bersih (tidak tercemar),” agar kualitas dagingnya bagus, hewan yang akan
disembelih sebaiknya diistirahatkan.
Tabel Suhu Tubuh
Normal Hewan Sehat
Nama Hewan
|
Suhu Rata-rata 0C
|
Kisaran 0C
|
Sapi
|
38,6
|
38,0 – 39,3
|
Domba
|
39,1
|
38,3 – 39,9
|
Kambing
|
39,9
|
38,7 – 40,7
|
Babi
|
39,2
|
38,9 – 39,8
|
Pengenalan
terhadap hewan sehat dan lingkungannya sangat diperlukan, sehingga bila terjadi
penyimpangan-penyimpangan segera dapat mengenalinya. Beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam mengantisipasi adanya penyimpangan dari hewan sehat meliputi :
1.
Pemeriksaan umum (inspeksi)
a.
Inspeksi dilakukan dengan cara melihat dan meneliti adanya kemungkinan hal-hal
yang abnormal, seperti bau dan suara atau keadaan abnormal lainnya, tanpa
menggunakan alat bantu. Inspeksi dilakukan dari jauh dengan cara
memperhatikan hewan dan keadaan sekitarnya (kandang) dan dari segala arah. Bila
ternak menunjukkan sikap atau posisi abnormal, usahakan agar posisinya normal
dan perhatikan apakah ternak mampu untuk berada pada posisi yang normal. Untuk
dapi kadang-kadang dilakukan dengan cara-cara tertentu, seperti ditarik tali
hidungnya, digertak, sedikit dicambuk, dilipat ekornya atau kadang-kadang harus
dibantu.
Perhatikan
ekspresi muka/temperamen, kondisi tubuh, pernafasan (frekuensi, cara mengambil
nafas, tipe pernafasan, ritme dan suara-suara abnormal yang terdengar) abdomen,
posisi (berdiri atau berbaring), sikap, langkah, permukaan tubuh,
pengeluaran-pengeluaran dan bau abnormal dari semua lubang-lubang pelepasan
(hidung, mulut, anus, telinga, mata), adanya aksi-aksi atau suara-suara
abnormal seperti batuk, bersin, ngorok, melenguh, menangis, faltus (kentut),
eruktasi (glegeken), untuk ternak ruminansia, perhatikan pula ruminasinya.
b.
Suhu
Suhu
tubuh ternak perlu diketahui. Sebelum mengukur suhu tubuh, kolom air
raksa dalam termometer diturunkan terlebih dahulu, olesi ujung termometer
dengan bahan pelicin yang tidak merangsang misalnya (vaselin). Masukkan ujung
termometer dengan hati-hati ke lubang anus, bila ada hal yang meragukan
misalnya (diduga ada radang lokal atau anus terlalu kendor), lakukanlah pada
rongga mulut, hati-hati jangan sampai ujung termometer tergigit, pada cara ini
hasilnya supaya ditambahkan 0,50C.
c.
Selaput lendir mata
Perhatikan
pula selaput lendir mata (conjunctiva). Geser ke atas kelopak mata atas dengan
ibu jari, gantikan ibu jari dengan telunjuk dan sedikit ditekan, maka akan
nampak selaput lendir mata. Lakukan pula pada kelopak mata yang bagian bawah.
Bandingkan antara conjuctiva mata kanan dan kiri, apakah ada perbedaan.
Selanjutnya usahakan melihat conjunctiva pada beberapa ekor ternak dan berbagai
spesies untuk meyakinkan bagaimana warna konjungtiva normal. Pada waktu pemeriksaan
konjungtiva, perhatikan apakah ada perubahan warna, apakah lebih basah atau
lebih kering, apakah ada lesi, kotoran, bercak-bercak dan lain sebagainya. Bila
ada perubahan apakah bilateral atau unilateral.
d.
Selaput lendir hidung, mulut dan vulva.
Pemeriksaan
selaput lendir hidung tidak selalu dapat dilakukan karena diantara ternak ada
yang selaput hidungnya sempit atau selaput lendirnya berpigmen. Pada beberapa
spesies, lesi pada selaput lendir, hidung, mulut dan vulva sering menjadi
petunjuk untuk penyakit spesifik, oleh sebab itu pada waktu memeriksa selaput
lendir, hal-hal tersebut perlu diingat.
e.
Mata
Perhatikan
konjungtiva mata apakah ada vasa injeksi atau lesi-lesi. Periksa pula bola mata
dari sebelah muka dan samping supaya dapat dibedakan dimana letak lesi, apakah
di cornea, atau di bagian sebelah belakangnya. Untuk pemeriksaan retina dan
fundus dapat digunakan opthalmoskope.
2.
Alat Pencernaan
Perhatikan
nafsu makan dan minum, bila perlu coba berikan makanan dan minuman, apakah mau
makan/minum. Perhatikan pula cara defekasi dan tinjanya, amati pada mulut,
dubur dan kulit sekitar dubur, kaki belakang serta perut. Pada ruminansia
perhatikan pula memamah biaknya atau ruminasi. Perhatikan kemungkinan adanya
aksi atau pengeluaran yang abnormal yang berhubungan dengan alat pencernaan.
Abdomen, perhatikan perut sebelah kiri,
bandingkan dengan sebelah kanan, simetriskah ?. Perhatikan pula fossa
sublumbalis.
Mulut, bukalah mulut sapi dengan
memegang tali hidung / cuping hidung dengan tangan krir, masukkan tangan kanan
ke spasium interalveolare sehingga tangan dijilat-jilat. Paa kesempatan ini,
peganglah lidah sapi dan tariklah ke samping hingga mulut terbuka, pergunakan
kesempatan ini untuk melakukan inspeksi dan palpasi, bila perlu palpasi
dilakukan sampai ke pharing dan pangkal esophagus. Perhatikan
perubahan-perubahan warna, lesi, benda asing atau anomali lain yang mungkin
terjadi pada mukosa mulut, lidah, gusi, pharyng, gigi geligi dan perhatikan bau
mulutnya. Raba pharing dari sebelah luar saja, jangan lupa untuk meraba
limpoglandulae mandibularis.
Esophagus, perhatikan leher sebelah kiri,
terutama bila sapi sedang aructasi, regusgutasi atau menelan (deglutisi).
Lakukan palpasi pangkal esophagus lewat mulut, lakukan pula palpasi dari luar.
Perhatikan kemungkinan adanya benda asing atau sumbatan pada esophagus.
Ambil sonde kerongkongan yang terbuat dari spiral baja. Ukur dan beri tanda
batas setelah diukur panjangnya dari mulut sampai rumen. Olesi ujung sonde
(bagian yang besar) dengan vaselin atau pelicin lain yang tidak
merangsang dan aman. Buka mulut sedikit dan masukkan ujung tersebut kedalam
mulut. Dorong pelan-pelan, biarkan zonde ditelan. Pada keadaan normal, zonde
dapat ditelan terus sampai tanda batas yang telah ditentukan tadi. Tetapi bila
ada sumbatan atau penyempitan, maka zonde akan berhenti atau sukar didorong
masuk (jangan dipaksakan).
Rumen, lakukan pemeriksaan secara
inspeksi, palpasi (dengan tinju), auskultasi, perkusi dan eksplorasi rektal.
Bandingkan abdomen kiri dengan kanan, perhatikan fossa sublumbalis pada waktu
inspeksi. Lakukan palpasi dan auskultasi, hitung frekuensi gerak per 5 menit
dan kekuatan geraknya (tonus rumen). Usahakan untuk melakukannya pada sapi
lainnya agar dapat mengira-ira atau merasakan bagaimana tonus yang normal.
Lakukan perkusi pada dinding abdomen sebelah kiri. Tarik 2 garis bayangan yang
membagi dinding perut sebelah kiri menjadi sepertiga bagian atas, sepertiga
bagian tengah dan sepertiga bagian bawah. Perhatikan suara pukulan atau resonansi
masing-masing bagian. Untuk melakukan eksplorasi rektal, kuku harus
pendek/tumpul. Basahi atau olesi tangan dengan pelicin yang tidak merangsang.
Dengan jari-jari tangan yang dikuncupkan, masukkan tangan pelan-pelan menerobos
tekanan dari spinther ani (boleh agar dipaksakan), setelah melewati sphinter
jari-jari agak dikepalkan dan bila masih ada peristaltik di dalam rektum,
tunggu dulu sampai kendor, baru tangan didorong ke depan. Bila rektum berisi
tinja, harus dikeluarkan terlebih dahulu. Anggaplah rektum ini sekedar sebagai
sarung tangan. Raba dinding rumen sebelah kanan, pada keadaan normal dinding
itu tidak akan melampaui bidang median (linea alba).
Reticulum, lakukan auskultasi pada sambungan
costoshondral rusuk ke 7 sebelah kiri, perhatikan suara aliran ingesta cair
dari reticulum ke rumen dan sebaliknya. Ambil sepotong bambu atau kayu yang
cukup kuat dan cukup panjang, letakkan dibawah procesus xiphoideus dengan cara
dipegangi oleh 2 orang di sebelah kiri dan kanan sapi. Pemegang yang sebelah
disuruh bertahan, dan yang lain mengangkat ujung bambu atau kayu sbelahnya
sehingga proc xiphoideus tertekan. Bila adan reticulitis, maka sapi akan
melenguh kesakitan. Reaksi semacam ini juga akan diperoleh jika kulit diatas
proc spinosus sebelah dorsal proc xiphoideus dicukit atau ditarik. Untuk
mengetahui adanya logam yang mungkin ada dalam reticulum, dapat dilacak dengan
metal detektor.
Omasum
dan abomasum.
Omasum praktis tidak dapat diperiksa secara fisik, hal ini disebabkan karena
letak anatomiknya yang tidak dapat dijangkau. Sehingga diagnosa hanya dapat
dilakukan secara indirect (tidak langsung). Sebagian dinding abomasum menempel
pada dinding perut bawah sebelah kanan belakang dari proc xyphoideus. Lakukan
perkusi di daerah ini, bila lambung berisi gas akan terdengar resonansi atau
pekak bila terjadi impaction. Coba tekan keras-keras dengan tinju pada daerah
yang sama, bila terjadi gastritis akan terasa nyeri dan sapi akan melenguh
kesakitan dan mungkin menggeretakkan gigi (kerot = Jawa). Kerot terjadi pada
peristiwa abomasitis terutama pada waktu gerakan berbaring atau berdiri.
Lakukan asukultasi dan perkusi pada dinding perut sebelah kiri setengah bagian
muka, ¾ bagian bawah daerah rumen. Bila sapi menderita diaplasia abomasum pada
perkusi akan terdengar suara nyaring dan bila diauskultasi terdengar suara
peristaltik yang melengking. Pada peristiwa ini abdomen sebelah kiri juga
nampak distensi.
Usus,
rectum dan anus. Lakukan asukultasi di daerah abdomen sebelah kanan. Dengarkan
peristaltik usus dengan baik, bagaimana kekuatan peristaltik pada hewan yang
normal, lakukan pula pada beberapa ekor sapi lain. Dengan membiasakan diri
secara ini akan dapat membedakan apakah persitaltik kekuatannya normal, lebih
kuat atau lemah. Gabungkan hasil auskultasi ini dengan pemeriksaan feses, suhu
tubuh dan pemeriksaan umum, maka akan diperoleh gambaran keadaan usus. Untuk
memeriksa rektum, lakukan palpasi dengan eksplorasi rektal, sedangkan anus
cukup diinspeksi dan palpasi dari luar.
3.
Alat pernafasan.
Perhatikan
adanya aksi-aksi atau pengeluaran-pengeluaran yang abnormal seperti batuk,
bersin, cegukan. Perhatikan frekuensi, ritme dan tipe nafas dan perbandingan
frekuensi nafas dengan pulsus. Perhatikan kelainan-kelainan pada organ lain
yang menunjang diagnosa alat pernafasan seperti conjunctiva, suhu tubuh, nafsu
makan dan produksi susu.
Hidung.
Perhatikan leleran yang keluar dari hidung dan adanya lesi-lesi dalam rongga
hidung. Raba suhu lokal dengan menempelkan punggung jari tangan pada dinding
luar hidung. Perhatikan cermin hidung, normalnya selalu basah dan tidak panas.
Pharing,
laring dan trachea.
Lakukan palpasi dari luar, perhatikan kemungkinan adanya reaksi batuk dan
suhunya. Perhatikan glg regional terutama submandibularis baik konsistensi
maupun besarnya.
Rongga
dada. Lakukan perkusi di daerah rongga
dada dengan pelksor dan pleksimeter dan lakukan auskultasi dan perahatikan
kemungkinan terjadinya perluasan daerah perkusi, pada keadaan normal warna
suaranya sama dengan bronchus, tetapi dapat juga terganggu oleh rasa nyeri pada
pleura, oedema subcutis dan crepitasi.
4.
Alat peredaran darah.
Gangguan
peredaran darah yang kemungkinan dapat diderita oleh ternak meliputi
anemia, sianosis, dyspnoe, oedema, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi
dan sikap atau tingkah laku hewan.
Nadi.
Diperiksa dengan menghitung frekuensi denyut nadi juga ritme dan kualitasnya.
Jantung.
Kerjakan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
Perhatikan frekuensi, ritme, kualitas dan kekuatan daerah pekak jantung.
Perhatikan apakah terjadi peningkatan kekuatan debar jantung, apakah detak
jantung dapat terdengar tanpa stetostkop, apakah teraba/tampak debar jantung
pada dinding dada kanan, apakah terjadi percepatan detak jantung. Juga dengan
perkusi, apakah ada pelebaran daerah pekak jantung.
Dengan
auskultasi, dengarkan suara detak jantung dan hitung frekuensinya, lakukan
bersama-sama pemeriksaan pulsus, perhatikan apakah detak jantung sinkron dengan
pulsus, serta perhatikan ritmenya. Perhatikan perbedaan suara I (sistole) dan
II (diastole). Perhatikan kemungkinan adanya perubahan kekuatan detak jantung,
sura I dan II tidak dapat dibedakan, dan dupliksi suara I. Perhatikan pula
kemungkinan adanya suara tambahan (bising) baik berasal dari endocardium
(bising endocardial) maupun yang berasal dari pericardium (bising pericardial).
Vena.
Vena jugularis pada hewan besar cukup diperiksa dalam keadaan berdiri,
perhatikan kemungkinan adanya pulsus venosus tampak berupa pembesaran vena,
aliran/desakan darah kembali ke sebelah atas yang biasanya melampaui daerah
leher 1/3 bawah. Coba tekan pada batas antara daerah 1/3 tengah dan 1/3 bawah
leher, apakah sebelah atas bagian yang ditekan tetap ada gerakan dari vena.
5.
Sistem getah bening.
Pemeriksaan
klinik praktis hanya dapat dilakukan pada saluran lymphe dan kelenjar getah
bening (lgl) yang letaknya superfisial, pada keadaan normal lgl dapat diraba,
pada keadaan radang atau pembengkakan dapat diraba lebih jelas dan beberapa
diantaranya dapat dilakukan inspeksi, demikian pula pembuluh lumfe dengan
klep-klepnya. Pada waktu memeriksa, perhatikan perbedaan bentuk diantara
spesies, perbedaannya bila mengalami radang akut (bengkak, panas, nyeri, abses)
dan tumbuh ganda (tidak nyeri). Pada sapi lgl yang dapat diraba adalah lgl
submaxilaris, parotidea dan retropharyngealis (tekan kedua ujung jari tangan
kanan dan kiri ke atas pharyng) dan pada sapi betina dapat diraba lgl
supramamaria. Pembengkakan lgl kemungkinan disebabkan karena adanya penyakit
menular ( lekosis, tuberkulosis).
6.
Glandula mammae.
Cuci
glandula mammae bersih-bersih. Lakukan inspeksi dari muka, belakang dan
samping. Pada keadaan normal glandula mammae kanan dan kiri simetris, tetapi
tidak antara muka dan belakang. Perahtikan apakah ada tanda-tanda radang
(kemerahan, bengkak, nekrosis). Lakukan palpasi, perhatikan suhu dan reaksi terhadap
rabaan (rasa nyeri). Ambil contoh air susu, lakukan pemeriksaan uji lapangan.
Biasakan mengambil contoh dari sebelah kanan, sehingga cawan-cawan dari peddle
dapat diurutkan nomornya sebagai berikut :
A
= kanan
depan
C =kiri depan
B
= kanan
belakang
D =kiri belakang
a.
Strip
cup test.
Dengan cawan petri yang alas sebelah
bawahnya dicat hitam, teteskan susu langsung dari puting. Bila ada
jonjot-jonjot akan nampak jelas. Lakukan terhadap semua quarter.
a.
White
side test
Ambil 4 cawan atau nampan yang
bercawan empat. Perah masing-masing puting pada cawan tersebut sebanyak 5 ml,
teteskan pada masing-masing cawan NaOh 4% (1N) sebanyak 1 ml (jumlahnya dapat
berbeda. Asal perbandingan 5 :1). Gerak-gerakkan atau memutar-mutar, pada
mastitis akan terdapat jonjot-jonjot, bentukan-bentukan seperti benang atau
mengental (viscous).
Olesi
lubang luar puting dengan spiritus dilutus (atau antiseptik yang lain). Ambil 4
tabung steril dengan tutup steril yang telah diberi nomor sapi dan nomor
puting. Masukkan perahan keempat secukupnya, tutup kembali secara steril.
Masukkan dalam termos yang berisi es yang terbungkus kantong plastik (termos
dapat diganti dengan kotak/boks gabus sistesis). Kirimkan ke laboratorium untuk
pemeriksaan tertentu. Kosongkan semua kuartir, setelah benar-benar kosong,
lakukan palpasi sekali lagi. Perhatikan perbedaan jaringan yang sehat dengan
yang mengalami radang atau penebalan pengerasan (indurasi). Raba lgl mammaria.
7.
Sistema locomotio (anggota gerak)
Perhatikan
apakah hewan sukar berdiri, sukar jongkok (berbaring), pincang, ada kekakuan,
annggota gerak sukar atau tidak dapat digerakkan.
Musculi
(otot).
Bandingkan kaki kanan dan kiri, apakah ada perbedaan besar oto, perbedaan
contour dan palpasi apakah ada perbedaan ukuran, suhu, adanya rasa nyeri dan
pengerasan. Dari isnpeksi dan palpasi bila ditemui adanya atropi otot lalu
dicari penyebabnya (gangguan umum, saraf, persendian, tulang, teracak). Bila
ada myositis apakah merupakan radang lokal atau sebab umum atau spesifik
(azoturia pada kuda, blackleg pada sapi/kerbau).
Tulang. Perhatikan apakah kaki bengkok, ada
pembesaran epiphyse tulang-tulang panjang, jendolan pada sambungan
costochondral (pada rachitis), adanya pembengkakan pada persendian dan pembengkakan
pada tulang maxilla mandibula. Coba gerak-gerakkan apakah ada rasa nyeri atau
mungkin crepitasi (pada fraktur). Perhatikan foto rontgen tulang, makin
padat suatu jaringan, makin putih warnya. Makin longgar (makin banyak udara),
maka makin hitam.
Persendian. Perhatikan apakah hewan pincang,
ada pembengkakan pada persendian, lakukan palpasi : apakah ada penebalan,
cairan kemudian gerak-gerakkan, apakah ada rasa nyeri atau kekakuan persendian.
Teracak.
Perhatikan apakah ada pinang tumpu, apakah beban berat dipindahkan ke kaki
lainnya, apakah ada lesi (pada corona, interdigiti, bola tanduk, telapak),
apakah ada belatung atau lalat. Raba arteri digitalis, apakah teraba lebih kuat
(jelas), apakah suhunya naik. Ambil visiter tang, jepitkan pada teracak yang
tidak tersangka dahulu, kemudian baru pada yang tersangka sakit. Bersihkan
teracak yang tersangka sakit, cuci dengan air dan kapas, bersihkan
bagian-bagian yang busuk, cari dan perhatikan lesinya, mungkin terjadi
laminitis, kemudian cari penyebabnya (dari anamnesa dan pemeriksaan umum :
indigesti, retensi secundarium, toxaemia dll).
8.
Organa uropetica
Perhatikan
sikap normal pada waktu hewan kencing, perhatikan perbedaan kebiasaan pada
berbagai spesies dan pada kelamin jantan betina. Perhatikan sikap-sikap
abnormal (mengejang, membungkuk), perhatikan air seni (kemih) yang keluar,
warnanya, baunya dan anomal (darah, jonjot, kekeruhan dll). Vesica urinaria
(kandung kencing) dapat diperiksa dengan pemeriksaan rectal. Ambil air kencing
dengan menekan vesica urinaria dan tampung dalam tabung reaksi untuk
pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium (untuk uji minimal yaitu pH, protein
dan endapan).
9.
Sistem syaraf
Perhatikan
sikap hewan ternak yang berkaitan dengan sistem syaraf, meliputi ekspresi muka
yang tegang, eksitasi, acuh tak acuh, tampak bodoh, kejang, paralisa, peka
cahaya, mudah terkejut, tanda-tanda kurang (tidak dapat melihat) dll.
Perhatikan fungsi inervasi syaraf otak :
Syaraf I (Nervus olfactorius). Coba
dekatkan ikan, daging dll pada carnifora atau rumput pada herbifora yang
merangsang syaraf pembau tanpa mendengar atau melihat bahwa ada orang yang
membawa makanan. Lihat reaksinya.
Syaraf II (Nervus opticus). Bawa
hewan naik turun trap/rintangan, coba gerakkan jari telunjuk di muka matanya, perhatikan
apakah hewan mengikuti arah gerak jari. Periksa bola mata, cari penyebab
gangguan penglihatan dan apakah ada pembengkakan fundus.
Syaraf III (Nervus
occulomotorius). Perhatikan gerakan palpebrae mata, pupil dan bola mata. Untuk
pemeriksaan pupil, tutup salah satu mata, buka cepat-cepat, bagaimana reksinya
terhadap sinar.
Syaraf IV (Nervus trochlearis).
Perhatikan gerakan bola mata.
Syaraf V (Nervus trigeminus) yang
fungsinya adalah sensorik, motorik dan secretorik. Lakukan rangsangan dan lihat
reaksinya pada otot-otot daerah kepala dan mata, perhatikan adanya sekresi
saliva dan lacrimasi, diperaestehesi, paralysa, mastikasi dan jumlah
sekresi apakah berlebihan atau berkurang.
Syaraf VI (Nervus abducens). Bersama
N III dan N IV dalam pergerakan bola mata.
Syaraf VIII (Nervus auditorius).
Perhatikan, apakah hewan miring sebelah, sempoyongan (tidak dapat
mempertahankan keseimbangan).Periksa lubang telinga ambil kerikan/apus periksa
fisik dan mikroskopik, periksa denganlampu (pen light) atau stetockope, periksa
adanya radang. Perhatikan bau yangkhas, bila ada runtuhan yang membusuk pada
otitis eksterna.
Syaraf IX (Nervus glossopharyngeus),
perhatikan apakah ada gangguan menelan.
Syaraf X (Nervus Vagus),
distribusinya adalah pharing, palatus mollus, pita suara, trachea, larung,
bronchus, esophagus, abdomen, intestinum. Kerja nervus vagus sebagai motorik
dan sensorik. Paa jantung berjanya sebagai inhibitor. Jantung akan berdetak
lebih epat, peristaltik usus berkurang atau hilang.
Syaraf Perifeer. Perhatikan
aktivitas otot, coba rangsang dengan meraba, memijit, menusuk, mencubit dengan
jari atau arteri klem atau pinsep chirurgik.
10.
Reflek. Ambil
lidi yang ujungnya dibalut dengan kapas, sentuhlah :
1.
a.
Conjunctiva
dan cornea, untuk serabut sensorik dari cabang opthalmicus dan cabang
maxillaris syaraf cranial V).
b.
Reflek
pupil, lakukan dengan menutup salah satu mata, buka dan lihat kecepatan
reaksinya (Nervus optic : sensorik, Nervus occulomotorius : motorik).
c.
Reflek
perineal : sentuh perineus, perhatikan reaksi reflek syaraf spinal.
d.
Reflek
pedal : sentuh, pijit, pinset (cubit) telapak kai/interdigiti, perhatikan
reaksinya.
e.
Reflek
profundal, sangga paha dan pukul ligamentum patella mediale (lutut), apabila
reflek bagus, maka otot paha akan kontraksi mendadak.
f.
Reflek
organik.
i.
Reflek
menelan (koordinasi neuromusculer di daerah pharyng dan esophagus). Gangguan
mekanisme ini terjadi pada tetanus, keracunan strichnin, paralysis N XII dan N
X).
ii.
Reflek
respirasi (pusat reflek di media oblongata, otak, medulla spinalis daerah
thorax).
iii.
Reflek
defekasi (syaraf yang mengintervensi sphincter ani).
Daftar
Kondisi Fisik Hewan Sehat
Spesies
|
Frekuensi
Nafas/menit
|
Frekuensi
pulsus/menit
|
Suhu
(0C)
|
Frekuensi
gerak rumen/ 5 menit
|
Sapi
|
20-42
|
54-84
|
37,6-39,2
|
5-10
|
Kuda
|
14-48
|
36-48
|
37,0-39,5
|
|
Kerbau
|
24-29
|
64-80
|
37,6-39,0
|
5-8
|
Domba
|
26-32
|
63-90
|
38,0-40,0
|
5-10
|
Kambing
|
26-54
|
70-104
|
39,0-39,9
|
5-10
|
Babi
|
30-54
|
72-104
|
37,4-38,4
|
|
Anjing
|
24-42
|
76-148
|
37,8-39,5
|
|
Kucing
|
26-48
|
92-150
|
37,6-39,4
|
|
Ayam
|
18-78
|
150-200
|
40,3-43,0
|
|
Itik
|
18-72
|
126-200
|
40,0-42,4
|
Data
merupakan hasil pengamatan Surono dkk. Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Yogyakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)