Senin, 28 September 2015

PARASIT CESTODA DAN PINJAL.

                                                   KATA PENGANTAR

Segala   puji   hanya   milik   Allah  SWT.   Shalawat   dan   salam   selalu tercurahkan kepada  Rasulullah  SAW.   Berkat  limpahan  nikmat  dan  rahmatNYA penyusun  mampu menyelesaikan   laporan praktikum   ini  guna  memenuhi  tugas   mata  kuliah parasitologi veteriner. Dalam  penyusunan  tugas  atau  materi  ini,  tidak  sedikit  hambatan  yang penulis  hadapi.  Namun  penulis  menyadari  bahwa  kelancaran  dalam  penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu mengenai parasit yang berhubungan dengan dunia kedokteran hewan,  yang  disajikan  berdasarkan  pengamatan  dari  berbagai  sumber  informasi dan  referensi. Semoga tugas ini dapat memberikan wawasan  yang lebih luas dan menjadi sumbangan  pemikiran  kepada  pembaca  khususnya  para  mahasiswa  Fakultas Kedokteran  Hewan  Universitas  Syiah  Kuala.  Saya  sadar  bahwa  tugas  ini  masih banyak  kekurangan  dan  jauh  dari  sempurna.  Untuk  itu  kepada pembaca     saya   meminta   masukannya   demi   perbaikan   pembuatan   tugas  di  masa  yang  akan  datang.





Banda Aceh, 27 Mei 2015
Penyusun






PEMBAHASAN CESTODA

Cacing saluran pencernaan merupakan salah satu jenis penyakit yang sering di-jumpai dalam usaha peternakan, kejadian ini dapat menurunkan laju pertumbuhan dan kesehatan ternak, sebab sebagian zat makanan di dalam tubuhnya juga dikonsumsi oleh cacing hingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Keadaan ini dapat pula menyebabkan ternak menjadi lebih sensitif terhadap berbagai penyakit yang mematikan. hasil survai di beberapa pasar hewan di Indonesia menunjukan 90 % sapi yang berasal dari peternakan rakyat mengidap cacing saluran pencernaan. (Purwanta et al. 2009).

Infeksi cacing parasit usus pada sapi dan kerbauakan mengurangi fungsi kemampuan mukosa usus dalam transpor glukosa dan metabolit lainnya. Apabila ketidak seimbangan ini cukup besar, akan menyebabkan menurunnya nafsu makan, serta tingginya kadar nitrogen di dalam tinja yang dibuang karena tidak dipergunakan. Akibatnya keterlambatan pertumbuhanakan terjadi, terutama pada ternak mudapada masa pertumbuhan. Oleh karena itu infeksi cacing parasit usus akan bersifat patogenik, terutamajika bersamaan dengan kondisi pakan ternak yang buruk. (Erwin et al. 2010).

            Beberapa parasit cestoda pada hewan ada yang bersifat zoonosis dan salah satu diantaranya adalah genus Echinococcus . Echinococcus sp. Adalah cacing kecil (panjang <1cm) yang daur hidupnya melibatkan dua  Cacing dewasanya hidup di dalam usus kecil (intestine) hewan carnivora, terutama anjing sebagai induk semang definitive/ISD (Definitive Host), sedangkan stadium larvanya (hidatid) hidup di dalam tubuh hewan ungulata (misalnya, domba, sapi, babi, kuda, onta, dsb) sebagai induk semang antara/ISA (Intermediate Host). Di dalam usus,  Echinococcus sp. memproduksi telur yang dikeluarkan bersama feses anjing, sehingga dapat mencemari lingkungan. Bila telur tersebut termakan oleh ISA, akan berkembang dan membentuk kista yang menyerupai tumor di dalam organ tubuh inangnya, terutama pada organ hati dan paru-paru. Manusia dapat terinfeksi parasit tersebut secara asidental, bila ia tertelan oleh telur cacing infektif melalui jari tangannya atau makanan yang terkontaminasi feses anjing tersebut. (Tarmudi. 2012).

Taksonomi Dipylidium caninum
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Order : Cyclophyllidea
Family : Dipylidiidae
Genus : Dipylidium
Species : D. Caninum

Cestoda atau cacing pita merupakan cacing berbentuk pipih yang hidup parasit.dikepala cacing pita terdapat kait yang mengait pada usu organisme inang. Tidak seperti cacing lainya, cacing pita memiliki tubuh yang terbagi menjadi beberapa bagian yang disebut proglotid. Cacing pita harus terus membuat proglotid baru dibelakang kepalanya. Proglotid adalah calon individu baru , sama dengan satu individu yang utuh. Cacing pita bervariasi dalam hal panjang danbanyaknya proglotid dalam tubuh. (Fikctor et Moekti. 2011).
               
            Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat pengisap. Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit. Tubuhnya terdiri dari rangkaian segmen-segmen yang masing-masing disebut Proglottid. Kepala disebut Skoleks dan memiliki alat isap (Sucker) yang memiliki kait (Rostelum) terbuat dari kitin. Pembentukan segmen (segmentasi) pada cacing pita disebut Strobilasi.  Rostellum berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium). Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri.dan mempunyai rumah tangga sendiri ( metameri). Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan tinja. Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan.



Siklus hidup cacing pita mirip dengan cacing pipih, mereka melibatkan satu,dua atau tiga organisme inang. Beberapa cacing pita pada manusia dapat ditularkan melalui daging babi yang tidak terinfeksi dan tidak dimasak dengan baik, daging terrsebut mengandung larva cacing pita. Contoh cacing pita  yang biasa dikenal adalah Taenia solium dan Taenea saginata. Larva Taenea solium hidup di tubuh babi, sedangkan larva Taenea saginata hidup di tubuh sapi.  (Fikctor et Moekti. 2011).

Taenia merupakan salah satu cacing pita yang termasuk dalam kerajaan Animalia, filum Platyhelminthes, kelas Cestoda, bangsa Cyclophyllidea, familiTeniidae. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yangmenginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau Panjang dan tubuhtaenia terdiri atas rangkaian segmen-segmen yang masing-masing disebut proglotid  Kepala cacing pita disebut skoleks dan memiliki alat isap (sucker) yang mempunyai tonjolan (rostelum). Larva dari cacing taeniadisebut metacestoda, menyebabkan penyakit sistiserkosis pada hewan. Terdapattiga spesies penting cacing pita Taenia, yaitu T. solium, T. saginata, dan T. asiatica Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yang dikenal dengan istilah taeniasis. (Hertati Anriani. 2013).
           
Cacing Cestoda mempunyai ciri-ciri tubuh bersegmen, mempunyai scolex
(kepala), colum (leher), proglotida (telur berembrio), hermaprodit, reproduksiovipar, kadang-kadang berbiak dalam bentuk larva dan infeksi umumnya olehlarva dalam kista. Menurut Arifin dan Soedharmono (1982), cacing cestoda yanghidup dalam usus kecil sapi dan kerbau yaitu Moniezia sp. dan Taenia sp. Taeniasaginata adalah Cestoda yang menginfeksi ruminansia. Cacing ini disebut jugacacing tanpa senjata karena scolexnya tidak mempunyai kait. Ukurannya lebihpanjang daripada Taenia solium. (Muhammad Rofiq. 2014).

Proglotid semakin masuk ke arah ujung posterior tubuh cacing pita. Ujung segmen, teutama terutama pada family cestoda yang primitif dapat lepas pada stadium awal perkembangan untuk hidup dan dewasa secara mandiri didalam usus hospest. Meskipun demikian, pada umumnya ujung proglotida yang gravid( masak) tersebut merupakan kantung yang penuh berisi telur. (Charles Rangga. 2012).
            Cacing pita tidak menimbulkan lesi  yang ekstensif pada usus. Kerugian yang ditimbulkan cacing tersebut  berhubungan dengan adanya  kompetisi terhadap nutrien  didalam usus hostpes. Infeksi cacing pita pada unggas disebut sestodiasis, Istilah tersebut lebih tepat daripada istilah taeniasis  karna cacing pita pada unggas tidak tidak lagi dimasukan dalam genus Taenia. Gejala klinik akibat infeksi cacing pita meliputi kelemahan umum, Bulu kering dan berdiri, nafsu makan tetap baik tetapi mengalami penurunan berat badan. (Charles Rangga. 2012)
            Proglotid Taenia dapat dibedakan dari cacing pita lainnya dengan cara membedakan morfologinya. Cacing Taenia juga bisa diidentifikasi berdasarkan skoleks dan proglotidnya . cacing dewasa akan melepaskan segmen gravid yang paling ujung dan bisa pecah didalam usus, sehingga telur cacing dapat dijumpai pada feses penderita. Apabila telur cacing yang keluar bersama feses mengkontaminasi tanaman rumput dan termakan oleh ternak sapi, telur cacing kemudian akan pecah didalam usus sapi (hospes perantara) dan mengakibatkan lepasnya onkosfer . Dengan bantuan kait, onkosfer mampu menembus dinding usus, masuk kedalam aliran darah, lalu menyebar ke organ-organ tubuh sapi, terutama ke otot lidah, leher, jantung dan otot-otot gerak. (Hertati Anriani 2013).
            Pada taenea solium Reproduksi dan daur hidup Taenia solium dimulai dari lepasnya proglotid tua bersama feses dari tubuh manusia. Tiap ruas berisi ribuan telur yang telah dibuahi. Kemudian, ruas-ruas tersebut hancur dan telur yang telah dibuahi bisa tersebar ke mana-mana. Zigot terus berkembang membentuk larva onkosfer di dalam kulit telur. Jika telur termakan babi, kulit telur dicerna dalam usus, dan larva onkosfer menembus usus masuk ke pembuluh darah atau pembuluh limfe dan akhirnya masuk ke otot lurik. Di otot, larva onkosfer berubah menjadi kista yang terus membesar membentuk cacing gelembung (sistiserkus). Pada dinding sistiserkus berkembang skoleks. Jika seseorang memakan daging tersebut yang belum matang, kemungkinan sistiserkus masih hidup. Di dalam usus manusia yang memakannya, skoleks akan keluar dan akan menempel pada dinding usus, sedangkan bagian gelembungnya akan dicerna. Dari “leher”. kemudian akan tumbuh proglotid-proglotid. Selanjutnya, proglotid tua akan menghasilkan telur yang telah dibuahi.









DAFTAR PUSTAKA


·         Anriani, Hertati. 2013. Crude Antigen Cystisercus Taenia Saginata Isolat
Bali Untuk Deteksi Sistiserkosis Pada Sapi. Denpasar : Universitas Udayana.

·         Erwin et al. 2010. Identitas Jenis Telur Cacing Parasit Usus Pada
Ternak Sapi (Bos sp) dan Kerbau (Bubalus sp) Di Rumah Potong Hewan Palembang. Sumatra Selatan : Jurnal Penelitian Sains. Edisi Khusus Juni 2010 (D) 10:06-11.

·         Fikctor et Moekti. 2011. Praktis Belajar Biologi. Jakarta : Visindo Media
Persada.

·         Tarmudi. 2012. Ekinokokosis/Hidatidosis, Suatu Zoonosis Parasit
Cestoda  Penting Terhadap Kesehatan Masyarakat. Bogor : Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.

·         Purwanta et al. 2009.  Identifikasi Cacing Saluran Pencernaan
(gastrointestinal) Pada Sapi Bali Melalui Pemeriksaan Tinja Di Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 1858-4330.

·         Rangga, Charles. 2012. Penyakit Ayam dan Penganggulanganya.
Yogyakarta. Kanisius.

·         Rofiq, muhammad. 2014. Jenis Cacing Pada Feses Sapi Di TPA Jatibarang
dan KTT Sidomulyo Desa Nongkosawit Semarang. Semarang : Universitas Negeri Semarang.



PEMBAHASAN PINJAL

Vektor berasal dari bahasa latin yaitu vehere yang mempunyai arti pembawa (agent). Pengertian vektor adalah golongan arthropoda atau binatang yang tidak bertulang belakang lainnya (avertebrata) yang dapat memindahkan penyakit dari sumber (reservoir) ke pejamu. Vektor yang diambil dalam pembahasan ini adalah pinjal atau dikenal dengan kutu loncat (fleas) yang terdapat pada tikus,kucing dan anjing.

Taksonomi Pinjal
·         Kingdom :  Animalia
·         Phylum :     Arthropoda
·         Class :         Insecta
·         Ordo :         Siphonaptera
·         Family :      Pulicidae
·         Genus :       Ctenocephalides
·         Species :     Ctenocephalides felis
Ctenocephalides canis

Pinjal termasuk dalam bangsa Siphonaptera. Beberapa suku yang terdapat di Indonesia antara lain Pulicidae, Ischnopsyllidae, Hystrichopsyllidae, Pygiopsyllidae, Ceratophyllidae dan Leptosyllidae. Pinjal tikus dan kucing yang umum ditemukan termasuk dalam Pulicidae. Pinjal berbentuk tubuh menyerupai biji lamtoro pipih kesamping; berukuran + 3 mm; seluruh tubuh tertutup bulu-bulu; mulut berupa mulut penusuk dan penghisap. Kaki ke tiga dari pinjal berukuran lebih besar dan lebih panjang daripada dua pasang kaki lainnya sehingga memungkinkannya untuk melompat. Lompatannya sangat jauh dan tinggi dibandingkan ukuran tubuhnya. (Dhyan et al. 2008)

Pinjal termasuk dalam ordo siphonaptera yang bersifat parasitik pada stadium dewasa.pinjal memiliki tbuh pipih pada kedua sisi lateral dan ras pertama pada setiap kakinya berukuran besar sehingga mempunyai kemampuan untuk meloncat. Pinjal pada unggas salah satu spesiesnya yaitu Echidnophaga galinacea, yang ditandai dengan bagian mulut yang terbenam didalam kulit hospes sehingga sukar dilepas. Kerugian yang ditimbulkan oleh pinjal tersebut berhubungan dengan iritasi dan kehilangan darah, serta penurunan produksi. (Charles Rangga. 2012)

Flea dalam bahasa Indonesia berarti pinjal, yaitu insecta kecil yang sering berada pada anjing atau kucing. Pinjal mempunyai bentuk pipih vertical, warna parasit ini coklat kehitaman dan sering bergerak cepat di dasar kulit hewan. Pinjal dewasa hidup dari menghisap darah anjing,kucing atau manusia. Air liur(saliva) pinjal tersebut ikut masuk dalam kulit. Air liur pinjal itulah yang menyebabkan radangkulit (dermatitis) disertai reaksi alergi. (Soeharsono. 2011).

Kepala, dada, dan perut pinjal terpisah secara jelas dan terdapat tiga pasang kaki pada dada dan satu pasang terakhir sangat besar, sehingga menjadikan mereka mampu untuk melompat. Pinjal tidak memiliki sayap. Pinjal memiliki mata dan antena, yang mendeteksi panas, getaran, karbon dioksida, bayangan, dan perubahan arus udara, yang semuanya menunjukkan makan yang mungkin ada di dekatnya. Serangga ini berwarna coklat seperti biji mahoni, ditemukan hampir di seluruh tubuh inang yang ditumbuhi rambut. Pinjal dewasa parasitik, sedang pradewasanya hidup di sarang, tempat berlindung, atau tempat-tempat yang sering dikunjungi tikus. (Emi Rahmawati. 2013).

Pinjal dewasa berukuran 1,5 – 4 mm, berwarna cokelat muda atau cokelat tua, tubuh terbagi menjadi 3 bagian : kepala (caput, cephalus), dada (thorax) dan perut (abdomen) yang terbagi secara jelas, tidak bersayap, bertungkai panjang terutama sepasang tungkai belakang (mampu melompat tinggi dan jauh), serta dilengkapi sisir sisir pada dua tempat : Genal comb dan thoracal comb. Pinjal berberak aktif diantara rambut-rambut hospes. (Arni dyan. 2013).

Pinjal ditemukan dekat dengan induk semangnya, baik di rambut, bulu-bulu atau di sarangnya. Pinjal dewasa menghisap darah induk semang. Contoh pinjal adalah pinjal kucing (Ctenophalides felis) dan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis). Infestasi pinjal bahkan pernah menyebabkan epidemi pes di daerah Boyolali, Jawa Tengah pada akhir 1960an. Hal ini disebabkan karena pinjal dapat menularkan bakteri Yersinia pestis, penyebab penyakit pes, dari tikus ke manusia. siklus hidup yang dijalani pinjal merupakan metamorfosa sempurna yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Larva yang baru menetas tidak memiliki kaki. Fase pupa adalah fase yang tidak memerlukan makanan. (Dhyan et al. 2008).

Sebelum dideterminasi/ identifikasi, ektoparasit yang berkulit lunak seperti kutu, larva tungau dan caplak direndam terlebih dahulu dalam larutan chloral phenol selama 24 jam. Kemudian ektoparasit diletakkan secara hati-hati di atas gelas obyek yang sudah diberi larutan Hoyer’s. Posisinya diatur sedemikian rupa sehingga tertelungkup, kaki-kaki terentang, dan bagian kepala menghadap ke bawah. Dengan jarum halus ektoparasit tersebut ditekan secara perlahan-lahan sampai ke dasar gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup secara hati-hati (Kranz, 1978). Untuk ektoparasit yang berkulit keras seperti pinjal, direndam di dalam larutan KOH 10 % selama 24 jam, selanjutnya dipindah ke akuades, 5 menit, kemudian ke dalam asam asetat selama ½ jam. Pinjal yang telah terlihat transparan diambil dan diletakkan pada gelas obyek. Posisi diatur sedemikian rupa, terlihat bagian samping, kaki-kaki menghadap ke atas dan kepala mengarah ke sebelah kanan, ditetesi air secukupnya dan ditutup gelas penutup (Ristiyanto et al. 2012).

Yang membedakan antara Ctenocephalides canis  dan Ctenocephalides felis adalah pada Ctenocephalides canis memiliki dahi yang lebih tinggi dan duri pertama dari stedium genal lebih pendek dari duri kedua atau duri berikutnya, sedangkan Ctenocephalides felis memiliki dagu yang lebih rendah dan datar serta duri pertama dari stadium genal sama ukuran antara duri petama dan duri seterusnya. Bagian thorac pinjal dibagi kedalam protoneum, mesonotum dan metanotum.
Pinjal memiliki tergum, pada tergum ke sembilan mengalami modifikasi seperti alat penjepit yang berfungsi pada saat terjadinya kopulasi dan untuk mengindentifikasi pinjal jantan. Alat reproduksi jantan memiliki aedegagus atau disebut penis berkhitin dan betina memiliki spermatika. Pinjal jantan lebih kecil dari pinjal betina.



Siklus Hidup
Telur pinjal dalam 2-12 hari akan berubah menjadi larva. Dalam 9-15 hari larva akan berubah menjadi pupa. Perubahan pupa menjadi dewasa memerlukan waktu selama 7 hari sampai 1 tahun tergantung kondisi lingkungannya.
Telur pinjal berwarna putih dan kecil-kecil (+ 0,5 mm, berbentuk oval dan mengkilat), larva adalah vermiform yang setiap segmennya terdapat setae-setae (rambut) dengan panjang + 4-10 mm dan larva memakan darah. Larva pinjal mengalami 3 instar dan tanpa antena sedangkan pupa berbentuk eksarat (seperti larva yang tidak memiliki selubung). (Rahmawati, emi. 2013)

Ada empat tahap utama dari siklus hidup kutu: telur, larva, pupa dan dewasa. Dibutuhkan sekitar 30 sampai 40 hari untuk kutu anjing dalam mengerami telur menjadi telur yang sempurna,meskipun ada beberapa kasus yang menunjukkan siklus ini berlangsung selama satu tahun.Kutu betina mulai bertelur dalam waktu 2 hari makan darah pertamanya. Telur yang putih dan kecil (0.5mm) tetapi yang terlihat dengan mata telanjang. Telur diletakkan pada rambut, bulu atau dalam habitat hospesnya, mereka kemudian jatuh ke tempat-tempat seperti tempat tidur, karpet atau perabot. Beberapa kutu meletakkan 3-18 telur sekaligus di dalam tubuh anjing tersebut,hal ini berpotensi memperbanyak telur hingga 500 telur selama beberapa bulan. Telur menetas dalam 1-12 hari setelah disimpan kemudian memproduksi larva seperti cacing yang tidak memiliki kaki dan tidak ada mata.

Larva berwarna putih dan 1,5-5mm panjang dengan pelindung dari bulu tipis. Mereka jarang tinggal di tubuh inang mereka, kemudian mereka segera mencari daerah tertutup seperti tempat tidur hewan peliharaan , serat karpet dan retakan pada lantai di mana mereka mencari makanan sementara menghindari cahaya. Larva memakan berbagai bahan organik termasuk kulit-kulit yang terjatuh, kotoran hewan dan kotoran dewasa (terdiri dari darah ). Larva memungkinkan untuk mengganti kulit mereka untuk tumbuh dan berubah menjadi kepompong sutra selama 5-15 hari. Sisa larva sebagai pre-pupa selama 3 hari sebelum molting lagi untuk membentuk pupa.
Pupa mengembangkan dalam kokon dari lima hari sampai lima minggu. Dalam kondisi normal, bentuk dewasa siap untuk muncul setelah kira-kira 2 minggu tetapi pada temperatur yang lebih tinggi perubahan akan lebih cepat. Mereka kadang-kadang tetap tinggal di kokon sampai getaran atau kebisingan dirasakan (yang mengindikasikan keberadaan manusia atau binatang) yang berarti - karena tidak ada gerakan bentuk dewasa dapat tinggal di kokon sampai dengan 6 bulan.

Kutu dewasa, tidak bersayap, ukuran 2-8mm panjang dan lateral dikompresi. Mereka tercakup dalam bulu dan sisir yang membantu mereka untuk menempel pada host dan memiliki antena yang dapat mendeteksi dihembuskannya karbon dioksida dari hewan. Antena mereka juga sensitif terhadap panas, getaran, bayangan dan perubahan arus udara. Semua kutu bergantung pada darah untuk nutrisi mereka tetapi mampu hidup dalam waktu yang lama tanpa makan, biasanya sekitar 2 bulan. Dalam kondisi yang menguntungkan dan disertai dengan sumber t makanan (darah) yang memadai, kutu dapat hidup sampai satu tahun.

Kerugian dari Infestasi Pinjal.
            Pada hewan kesayangan seperti kucing dan anjing, infestasi pinjal menyebabkan terjadinya gatal gatal yang dapat berlanjut menjadi dermatitis. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya keindahan pada hewan tersebut. Ada hewan ternak seperti ayam, pinjal menyebabkan terjadinya anemia dan penurunan produks baik teur maupun pertambahan bobot badan.
           
Pada manusia pinjal bertindak sebagai vektor pada penyakit PES. Penyakit pes merupakan penyakit yang menular dan dapat mengakibatkan kematian. Tikus merupakan reservoir dan pinjal merupakan vector penularnya, sehingga penularan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan pinjal atau kontak langsung dengan tikus yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis. Pinjal menggigit tikus hutan yang mengandung kuman pes, kemudian pinjal menggigit tikus rumah, tikus rumah digigit lagi oleh pinjal lain dan kemudian pinjal tersebut menggigit manusia. Manusia yang infektif ini bila memiliki kutu (Culex irritans) dapat menularkan ke manusia lain lagi melalui kutunya. Penularan yang umum terjadi pada manusia yaitu pinjal menggigit tikus yang mengandung kuman pes, kemudian pinjal menjadi infektif pes dan menggigit manusia (Rahmawati, emi. 2013)






DAFTAR PUSTAKA


·         (Dyan, arni. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Rumah Warga Dengan
Jumlah Tikus dan Kepadatan Pinjal Di Desa Selo Boyolali. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta).

·          (Dhyan et al. 2008. Tungau, Caplak , Kutu dan Pinjal. Bogor : Jurnal
 Indonesia LIPI. Vol 8(2): 29-33. ISSN 0216-9169).

·         (Rangga, Charles.2012. Penyakit Ayam dan Penganggulanganya.
Yogyakarta. Kanisius).

·         (Rahmawati, emi. 2013. Partisipasi Ibu Dalam Pemasangan Live Trapp
Terhadap Jumlah Tangkapan Tikus dan Pinjal Di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Semarang : Universitas Negeri Semanarang).

·         (Ristiyanto et al. 2012. Indeks Keragaman Ektoparasit Pada Tikus
RumahRattus Tanezumi dan Tikus Polinesia r. exulans Di Daerah Enzootik Pes Lereng Gunung Merapi, Jawa Tengah. Salatiga : Indeks Keragaman Ektoparasit.


·         (Soeharsono. 2011. Penyakit Zoonotik Pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta. Kanisius).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar